RISALAH SRI SUSUHUNAN MAGELANG HADININGRAT
KEPADA
JAMAAH TILAWAH
Assalamu’alaikum wr wb
Bismillahirrohmanurrohimu.
Alhamdulillahirobbil ‘alamien. Wa bihi nasta’inu ‘ala umurid dun-ya waddien. Ashsholatu wassalamu ‘ala Muhammadin, wa ‘ala alihi, wa shohbihi, wa man tabi’ahu bi ihsanin ila yawmiddien.
Untuk penjelasan variasi “basmallah”
-
BismillahirrohmanIrrohimI -à kenapa lafadz “arrohmanI dan arrohimI”..pada akhir harakat memakai kasrah?...yakni kita tahu. Bahwa dalam ilmu nahwu, kasroh disini menunjukkan I’rob khofadz/ jar. Hal itu disebabkan karena ada lafadz di depannya yg juga di khofadz/ jar, yakni lafadz “ Allohi”, karena lafadz Allohi disini di khofadzkan oleh sebab lafadz ini sebagai “ mudhof ilaih” dari mudhof “ismun”, sehingga dalam keumuman ilmu nahwu, bahwa hukum mudhof ilaih itu di I’roby khofadz/ jar. Sedang lafadz “arrohmanI dan arrohimI”..itu disebut dg sifat/ na’at. Sedang yg disifati adalah lafadz “Allohi”, atau disebut maushuf. Sehingga dalam ilmu nahwu, isim sifat ini dikategorikan isim yg taba’iyah, artinya I’robnya mengikuti maushufnya/ man’utnya. Kita lihat bahwa man’ut/ maushufnya dii’roby dengan khofadz, maka otomatis isim sifat/ na’atnya juga khofadz, dan khofadznya dengan kasroh.
-
BismillahirrohmanArrohimA--à kenapa lafadz “arrohmanA dan arrohimA”..pada akhir harakat memakai harokat Fathah? ?...yakni kita tahu. Bahwa dalam ilmu nahwu fathah disini menunjukkan I’rob nashab, jika kita teliti lebih detail, ternyata ada lafadz yg dilesapkan disana, yakni lafadz / lebih tepatnya kalimat (jumlah) yang posisinya sebagai fi’il, karena menganut system jumlah fi’liyah. Yakni kalimat “amdahu”—yg artinya “aku memuji..”, maka lafadz “ArrohmanA dan ArrohimA” di posisikan sebagai maf’ul bihi, sehingga harus dinashabkan dengan fathah. Kalau menurut saya pribadi, bisa juga lafadz “ArrohmanA dan ArrohimA” di posisikan sebagai na’at / sifat dari lafadz “ Alloha” yang dilesapkan dan merupakan maf’ul bihi, jadi lafadz “ArrohmanA dan ArrohimA”tetap menjadi isim taba’iyah dengan I’rob sesuai man’utnya yaitu lafadz “ Alloha”. Tapi pendapat kedua ini Cuma sekedar pendapat saya, sedang dalam kitab2 nahwu saya jumpai seperti pada pendapat pertama..
-
BismillahirrohmanUrrohimU -à kenapa lafadz “arrohmanU dan arrohimU”..pada akhir harakat memakai “dhommah”? .yakni kita tahu. Bahwa dalam ilmu nahwu dhommah disini menunjukkan I’rob rofa’, jika kita teliti lebih detail, ternyata ada lafadz yg dilesapkan disana, yakni lafadz/ isim yang posisinya sebagai mubtada’, karena menganut system jumlah ismiyah. Sedang kita semua sepakat, bahwa dalam jumlah ismiyah terdiri dari susunan isim2, dan disebut sebagai mubtada’ dan juga khobar, yang keduanya dii’roby rofa’. Kalimat mubtada’nya adalah dikira2kan “Huwa (Allohu)”, sehingga secara nyata dapat di tulis” Huwa arrohmanU…”, maka posisi “ArrohmanU dan arrohimU” adalah sebagai khobar, dengan I’rob rofa’ yang memakai harokat dhommah. Dengan demikian, tidak serta merta berbeda itu adalah langsung vonis sesat, atau bid’ah..semua perlu ilmu yang mendasarinya.
Walhamdulillah…afwan minkum…wassalamualaikum wr wb
L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar